Kamis, 28 Juli 2011

proposal kewirausahaan budidaya jamur tiram

PENDAHULUAN

Berangkat dari niat untuk mendalami dunia usaha yang terbuka lebar serta keinginan untuk memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat maka dengan segenap pengalaman, pengetahuan, dan berbagai hasil survey serta konsultasi, penulis menyusun proposal pengembangan usaha jamur tiram  ini. Pengembangan usaha ini dipilih atas beberapa pertimbangan diantaranya daya serap pasar yang masih sangat tinggi dan potensial, kebutuhan skill yang tidak begitu tinggi, biaya investasi yang relatif rendah serta telah tersedianya sarana dan prasarana utama sehingga investasi yang masuk akan dialokasikan untuk dana operasional usaha.

Sekilas tentang Jamur Tiram panen jamur tiram
Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur kayu yang sangat baik untuk dikonsumsi manusia. Selain karena memiliki cita rasa yang khas, jamur tiram juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Jamur tiram mengandung protein sebanyak 19 – 35 % dari berat kering jamur, dan karbohidrat sebanyak 46,6 – 81,8 %. Selain itu jamur tiram mengandung  tiamin atau vit. B1, riboflavin atau vit. B2, niasin, biotin serta beberapa garam mineral dari unsur-unsur Ca, P, Fe, Na, dan K dalam komposisi yang seimbang. Bila dibandingkan dengan daging ayam yang kandungan proteinnya 18,2 gram, lemaknya 25,0 gram, namun karbohidratnya 0,0 gram, maka kandungan gizi jamur masih lebih lengkap sehingga tidak salah apabila dikatakan jamur merupakan bahan pangan masa depan.
Jamur tiram juga bermanfaat dalam pengobatan, seperti :
  • Dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah.
  • Memiliki kandungan serat mulai 7,4 % sampai 24,6% yang sangat baik bagi pencernaan.
  • Antitumor, antioksidan, dll.
Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang  baik. Jamur tiram merupakan salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang sederhana. Selain itu, konsumsi masyarakat akan jamur tiram cukup tinggi, sehingga produksi jamur tiram mutlak diperlukan dalam skala besar.
Jamur tiram tumbuh pada serbuk kayu, khususnya yang memiliki serat lunak seperti jenis kayu albasiah. Suhu optimum untuk pertumbuhan tubuh buah jamur tiram adalah 20 – 28°C, dengan kelembaban 80 – 90 %. Pertumbuhan jamur tiram membutuhkan cahaya matahari tidak langsung, aliran udara yang baik, dan tempat yang bersih.
Latar Belakang
Pemilihan bentuk usaha budidaya jamur tiram ini dilatarbelakangi oleh :
·        Budidaya jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Pasar jamur tiram yang telah jelas serta permintaan pasar yang selalu tinggi memudahkan para pembudidaya memasarkan hasil produksi jamur tiram.
·        Jamur tiram merupakan salah satu produk komersial dan dapat dikembangkan dengan teknik yang sederhana. Bahan baku yang dibutuhkan tergolong bahan yang murah dan mudah diperoleh seperti serbuk gergaji, dedak dan kapur, sementara proses budidaya sendiri tidak membutuhkan berbagai pestisida atau bahan kimia lainnya.
·        Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar pertanian jamur tiram.
·        Media pembelajaran yang bertanggung jawab bagi penulis dalam memasuki dunia bisnis.
Visi
Menjadi industri budidaya jamur tiram yang memenuhi kebutuhan jamur tiram dalam negeri khususnya daerah Semarang sekitarnya dan Indonesia pada umumnya.
Misi
  • Memperkenalkan jamur tiram secara luas kepada masyarakat melalui pendekatan kualitas (cita rasa, mutu dan kesegaran) dan pendekatan pelayanan konsumen.
  • Membuka pelatihan budidaya jamur tiram kepada masyarakat secara luas
  • Mensosialisasikan manfaat jamur tiram bagi kesehatan masyarakat sekitar Bandung pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.


ANALISIS PASAR
Deskripsi produk
Produk jamur tiram yang dihasilkan berupa :
·        Jamur Tiram segar
·        Produk turunan Jamur Tiram seperti kripik jamur, jamur goreng tepung, jamur siap masak dalam kemasan plastik, dll.
Prospek Pasar
Hampir semua petani jamur tiram memiliki hubungan dengan pedagang yang siap menerima hasil produksi jamur tiram dari petani dengan harga yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya. Hal ini diperkuat dengan beberapa alasan sebagai berikut:
  1. Permintaan jamur tiram di daerah Semarang dan sekitarnya mencapai 7 -10 ton /hari. Adapun produksi jamur tiram baru mencapai 2,5 – 3 ton /hari. Ini berarti terdapat gap sebesar 4 – 7 ton/hari, yang sedikitnya dapat diisi dalam rencana budidaya jamur tiram ini.
  2. Masyarakat semakin sadar pentingnya mengkonsumsi jamur untuk tujuan kesehatan.
  3. Jamur saat ini dikonsumsi sebagai pengganti daging selain dari beralihnya pola makan masyarakat kepada bahan pangan organik.
Kebutuhan dan Kecenderungan Pasar
Target ‘market’ usaha ini adalah konsumen jamur dari ‘house need’ sehingga kebutuhan akan jamur tiram masih tergolong tinggi dan pemenuhannya masih terbatas pada pasar tradisional pada umumnya dan beberapa ‘retail’ pada beberapa kota besar.
Sementara itu kecenderungan pasar akan jamur tiram masih tergolongkan pada secondary goods, namun permintaan pasar masih tinggi. Sebaliknya pada segmen hotel dan restoran yang kebutuhan akan jamur tiramnya cukup tinggi ‘suppliers’ jamur tiram masih minim dan masih sangat dibutuhkan.
Kecenderungan dari hotel dan restoran yang paling penting untuk disikapi adalah pelayanan akan faktor ‘satisfaction’ penyediaan barang, mulai dari ketepatan waktu, jenis pambayaran, layanan purna jual, dan yang paling utama penurunan harga jual.
Target Pasar
Pada tahun-tahun awal, pemasaran produk  difokuskan pada pasar domestik, ‘traditional market’,  dan ‘house need’.
Produk jamur segar yang dihasilkan akan dipasarkan ke / melalui :
  1. Pengepul/Agen yang selanjutnya akan mendistribusikan kewilayah Semarang dan sekitarnya.
  2. Pasar tradisional  Semarang dan sekitarnya.
  3. Pasar swalayan, restoran, dan hotel.
  4. Pengenalan Produk melalui Jejaring social facebook.
Pemasaran direncanakan akan dilaksanakan melalui sektor tersebut apabila produksi telah stabil serta sarana dan prasarana telah memadai.
Proyeksi Pengembangan Usaha
Usaha ini diorientasikan sebagai usaha kecil menurut banyak pakar ekonomi, namun usaha tersebut dipandang sebagai tulang punggung dalam salah satu pemulihan ekonomi Indonesia. Untuk itu pengembangan budidaya jamur ini akan dibagi dalam tiga tahap, yaitu: tahap industri kecil awal, tahap industri kecil lanjut, dan tahap industri menengah. Penjelasan mengenai ketiga tahap industri tersebut adalah sebagai berikut :
A. Tahap Industri Kecil Awal
  • Tahap ini merupakan langkah awal menuju terbentuknya industri padat karya yang kuat dan kokoh
  • Menerapkan standar produksi yang tepat untuk mengoptimalkan hasil budidaya jamur.
  • Penyempurnaan sistem produksi, keuangan dan distribusi.
  • Penambahan tenaga kerja.
  • Pencarian investor
Tahap industri kecil awal ini merupakan jembatan menuju berdirinya industri kecil yang kokoh. Investasi yang dibutuhkan untuk tahap industri kecil awal diperkirakan berkisar antara 25 hingga 100 juta rupiah.
B.   Tahap Industri Kecil Lanjut
Tahap ini merupakan pengembangan dari tahap industri kecil awal. Setelah kebutuhan dana mencukupi, dan seluruh kekurangan telah dapat diatasi, maka dimulailah industri kecil lanjut yang ditargetkan untuk memiliki perijinan dan pembentukan badan usaha. Industri ini diharapkan mampu menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pekerja kasar di bagian produksi hingga profesional di bidang pemasaran, R & D dan administrasi.
Tahap industri kecil lanjut ini merupakan jembatan menuju berdirinya industri menengah nasional yang produksinya diperkirakan mencapai sedikitnya 100.000 baglog  produksi per musim. Tahap industri kecil lanjut itu sendiri diharapkan mampu memproduksi hingga 9 ton per bulan. Investasi yang dibutuhkan untuk tahap industri kecil lanjut ini diperkirakan berkisar antara 150 hingga 200 juta rupiah.
C. Tahap Industri Menengah Nasional
Secara umum, tahap industri menengah adalah perluasan dari industri kecil, mulai dari sistem, kapasitas produksi hingga ekspansi distribusinya. Tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan ekspor. Tahap ini diharapkan mampu menyerap sedikitnya 50 tenaga kerja. Investasi yang diperlukan masih dalam analisis.





ANALISIS OPERASIONAL
Lokasi Produksi
Lokasi usaha terletak Jl. Depok Rt 06 Rw. 10 kel. Pedurungan Tengah Semarang
Kapasitas Produksi
Diperkirakan dalam tahap awal memproduksi sekitar 2500 kg dari 1000 baglog. Produksi dilakukan 4 – 5 kali dalam sebulan.
Investasi Yang Dibutuhkan
Investasi awal yang dibutuhkan adalah sebesar 5 – 30 juta rupiah. Investasi diperoleh dari beberapa investor.
Rancangan produksi
Sebagai gambaran, sarana dan prasarana utama seperti bangunan kumbung atau rumah jamur dan kelengkapannya dalam pengembangan usaha ini telah tersedia sehingga investasi yang ada akan difokuskan untuk biaya operasional usaha.



Microsoft Word - PROPOSAL USAHA.docx





Gambar kumbung pemeliharaan







Skema kumbung pemeliharaan
rak kumbung jamur
rak jamur Gambar rak penyimpanan log.




Gambar skema rak penyimpanan log

 

 

ANALISIS KEUANGAN

A. Analisis Biaya dan Pendapatan  (Skala Produksi 1000 log)

1. Modal tetap
Uraian
Biaya Per Unit       ( Rp )
Harga Per Unit      ( Rp )
Rumah Jamur
        3,000,000
        3,000,000
Peralatan Cangkul, Ember, Skop,Sprayer, Alat Steam,dll
        2,000,000
        2,000,000
Total Fix Coast

        5,000,000

2. Biaya Penyusutan
Nilai ekonomis lahan dan peralatan   : 4 tahun
Maka Biaya Penyusutannya      =  Rp. 5.000.000,-  x  25%  
 Rp. 1.250.000 ,-
3. Modal kerja (Biaya operasional)
a. Bahan baku
            = 1000 log x Rp. 1800,-/log
            = Rp. 1.800.000,-
b. Gaji pegawai
Jumlah total per bulan        = Rp. 1.000.000,00

c. Utilitas
Uraian
Banyaknya unit
biaya ( Rp )
Sub Total ( Rp )
Listrik
1
100,000
100,000
Transportsasi
1
100,000
100,000
Jumlah


200,000
4.    Total Modal        = Modal tetap +modal Kerja
= Rp. 5.000.000 + Rp. 1.800.000 + Rp. 1.000.000 + Rp. 200.000
= Rp. 8.000.000
5.    Pendapatan kotor
Produksi jamur           =  1000 log x 0.2kg x 5            = 1000 kg
Kegagalan 20 %        = 1000 kg x 20%                     = 200 kg
Pendapatan kotor       = 800kg x Rp. 8000                 = Rp.  6.400.000
6.    Biaya Produksi    = Biaya penyusutan + modal kerja
                                    = Rp. 1.250.000 + Rp. 1.800.000 + Rp. 1.000.000 + Rp. 200.000
                                    = Rp. 4.250.000
7.    Pendapatan bersih (Net Profit) =  pendapatan kotor – biaya produksi
=  Rp. 6.400.000 – Rp. 4.250.000
=  Rp. 2.150.000


B. Break Event Point
BEP Produksi             = Total biaya produksi / harga satuan
= Rp. 4.250.000 / Rp. 8.000
= 532 kg
Artinya budidaya jamur tiram tidak mendapat untung dan juga tidak mengalami kerugian bila jumlah produksi sebesar 532 kg
BEP Harga     = Total biaya produksi / jumlah produksi
= Rp. 4.250.000 / 800 kg
= Rp. 5.312,5 / kg
Artinya usaha ini tidak mendapatkan untung dan juga tidak mengalami kerugian bila harga jual Rp. 5.312,5 / kg
C. Benefit Cost Ratio
BC Ratio         = Rp. 2.150.000/ Rp. 8.000.000
=  0,3

Artinya pendapatan bersih yang diperoleh dalam usaha pembibitan bibit jamur adalah 0,5 di atas total biaya.
D. Masa Pengembalian Modal
Masa pengembalian modal   =   Rp. 2.150.000+ Rp. 1.250.000  100%
    Rp. 8.000.000
=    42,5 %
E. Pembagian keuntungan
Pembagian keuntungan bersih direncanakan adalah sebagai berikut:
Kepentingan sosial        :  5% (zakat 2,5% + kepentingan sosial 2,5%) profit
Pengembangan usaha    :  25 % profit
Pengelola                      :  20 % profit
Dividen investor            :  50 % profit (20% profit share ; 30%  pengembalian modal)

PENUTUP
Demikian proposal pengembangan usaha jamur tiram ini penulis susun. Dari hasil analisis penulis mengenai peluang pemasaran, operasional, dan keuangan, penulis optimis bahwa budidaya jamur tiram ini layak dan berpotensi tinggi untuk dikembangkan.

Minggu, 20 Februari 2011

"sesuatu yang indah itu dapat kita dapatkan dg mudah asal kita tau caranya" itu kata orang bijak bilang tapi kenapa aq mrasa sulit mendapatkan sesuatu yang ingin ku dapatkan